“Tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka lain, tunggu saja perkembangannya,” tuturnya.
Pernyataan ini membuka peluang untuk pengembangan kasus yang lebih luas, yang bisa melibatkan lebih banyak pihak yang bertanggung jawab atas dugaan korupsi dalam program BKK Mobil Siaga.
Dalam kasus ini, Kejari Bojonegoro telah menggunakan Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk menjerat para pelaku. Ketegasan dalam penggunaan pasal-pasal ini menunjukkan bahwa Kejari Bojonegoro tidak akan mentoleransi tindakan korupsi yang merugikan masyarakat dan negara.
Program BKK Mobil Siaga yang diinisiasi oleh Pemerintah Kabupaten Bojonegoro pada tahun 2022 sebenarnya bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di tingkat desa. Program ini mengalokasikan dana sebesar Rp96,5 miliar dari APBD untuk pengadaan mobil siaga yang dibagikan kepada 386 desa. Mobil-mobil tersebut diharapkan bisa digunakan sebagai sarana transportasi darurat yang cepat dan efisien untuk masyarakat.
Namun, alih-alih menjadi program yang membantu masyarakat, pelaksanaannya justru diwarnai oleh dugaan praktik korupsi yang merugikan keuangan negara. Pada pertengahan tahun 2023, Kejari Bojonegoro mulai melakukan penyelidikan terhadap program ini, dan pada akhir Januari 2024, statusnya dinaikkan ke tahap penyidikan.
Kerugian negara akibat dugaan korupsi ini tidak sedikit. Berdasarkan data yang telah dihimpun, dari PT UMC, penyedia barang/kendaraan, tercatat ada kerugian sebesar Rp4,2 miliar, sementara dari PT SBT, kerugian mencapai sekitar Rp1 miliar. Kerugian ini mencakup 288 unit kendaraan yang dibeli dari PT UMC dan 68 unit dari PT SBT.